Jumat, 01 April 2011

Mengapa Kewirausahaan Sosial?

Kewirausahaan Sosial:
Seuntai Telaah Konseptual
Hery Wibowo, S.Psi., MM[1]
Masih banyak sisi yang belum tersentuh oleh gerak pembangunan,
dan masih lebih banyak lagi penduduk yang belum merasakan peningkatan kesejahteraan.

Mukadimah
Jargon pembangunan Indonesia yang berbunyi Pembangunan Manusia Seutuhnya, seakan-akan sudah kurang bertaring lagi. Berbagai aktivitas pembangunan justru lebih diarahkan kepada bidang-bidang fisik daripada mental. Hal ini diperparah lagi dengan efek dari pembangunan sentralistik yang membuat keberanian untuk berkreasi dan mengeluarkan pendapat menjadi tumpul. Imam B. Prasodjo[2] mengungkapkan bahwa kearifan lokal yang menjadi urat nadi kehidupan komunitas telah lama lumpuh, tak berkembang dalam merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Inisyatif individu tergilas oleh dominasi mesin birokrasi yang seringkali kaku, represif, korup dan tak memberi ruang pada kreativitas.
Maka, berdasarkan pemikiran dimuka, dapat dikatakan bahwa rakyat selama ini hampir murni tergantung pada program-program pemerintah. Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa program pembanguan –pada suatu waktu- tidak akan mungkin menenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan menyelesaikan seluruh masalah sosial yang terjadi. Negara Indonesia terlalu luas dan memiliki jumlah penduduk yang terlalu banyak untuk dapat disentuh dalam satu waktu oleh derap pembangunan
Oleh karena itu wajar kiranya jika dibutuhkan agen-agen diberbagai sektor yang dapat mendukung atau bahkan mengambil alih tugas-tugas yang belum atau bahkan tidak tersentuh oleh pembangunan. Kejadian seperti ini akan mungkin terlaksana jika dari masyarakat itu sendiri muncul pemimpin-pemimpin yang visioner, dan mampu berbuat sesuatu minimal untuk masyarakat sekitarnya. Para pemimpin lokal tersebut adalah mereka yang mampu melihat dan menemukan potensi-potensi daerahnya (baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia) untuk kemudian dikembangkan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan lokal yang dihadapi.

Upaya memahami Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial berbeda dengan kewirausahaan bisnis dalam banyak hal. Kunci perbedaannya adalah bahwa kewirausahaan sosial berdiri/berjalan dengan sebuah misi/tujuan sosial yang eksplisit/jelas dalam pikiran. Tujuan utama mereka adalah menjadikan dunia yang lebih baik. Hal ini mempengaruhi bagaimana mereka mengukur kesuksesan mereka dan menstrukturkan pengelolaannya (dees, dkk, 2002:xxxi).
Berdasarkan hal dimuka, tampak bahwa kewirausahaan sosial itu sendiri adalah sebuah gerakan yang didorong oleh semangat untuk menolong orang lain dan membuat perubahan untuk kebaikan bagi orang banyak. Walaupun pada umumnya sebuah aktivitas kewirausahaan bisnis memberikan manfaat bagi orang banyak, namun gerakan kewirausahaan sosial menempatkan hal tersebut sebagai tujuan utama, bukan sebagai dampak/implikasi maupun ikutan.
Hal ini tentu saja membuat cara menjalankan maupun cara mengelola sebuah entitas kewirausahaan sosial akan berbeda dengan cara mengelola kewirausahaan bisnis. Meskipun harus diakui akan banyak irisan diantara keduanya.
Menurut Dees (2002: xxxi) cara terbaik mengukur kesuksesan kewirausahaan sosial adalah bukan dengan menghitung jumlah profit yang dihasilkan, melainkan pada tingkat dimana mereka telah menghasilkan nilai-nilai sosial (social value). Para wirausaha sosial bertindak sebagai agen perubahan dalam sektor sosial dengan:
1.       Mengadopsi sebuah misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai-nilai sosial. Bagi wirausaha sosial, misi untuk perbaikan/peningkatan kondisi sosial adalah krusial, dan hal ini merupakan sebuah prioritas/tujuan yang lebih utama daripada menghasilkan keuntungan semata.
2.       Mengenali dan mengusahaka peluang-peluang baru untuk menjamin keberlangsungan misi tersebut. Ketika yang lain melihat masalah, para wirausaha melihat peluang. Para wirausaha sosial memiliki visi tentang bagaimana mereka dapat meraih tujuan-tujuannya dan mereka sangat memaksa diri mereka sendiri agat visi tersebut tercapai.
3.      Melibatkan diri dalam sebuah proses inovasi, adaptasi dan belajar yang berkelanjutan. Wirausaha sosial mencari dan menjalankan cara-cara yang inovatif untuk memansitkan bahwa mereka memiliki akses terhadap sumber-sumber dan pendanaan yang dibutuhkan, selama mereka masih berusaha menciptakan nilai-nilai sosial
4.      Bertindak penuh semangat walaupun dengan keterbatasan sumber. Wirausaha sosial adalah orang-orang yang pintar bergerak dan berinisyatif walaupun dengan berbagai keterbatasan. Mereka mengeksplorasi berbagai pilihan sumber-sumber dari mulai filantropi sampai metode-metode komersial dari sektor bisnis, namun tidak terikat pada norma dan tradisi tertentu
5.      Penuh intensitas dalam semangat akuntabilitas kepada konstituen dan pada usaha-usaha untuk menghasilkan target yang telah ditetapkan. Wirausaha sosial mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mereka terus menciptakan nilai. Mereka berusaha menghasilkan perbaikan sosial pada masyarakat sebaik/sebagaimana pengembalian dana kepada investor (Dees dkk, 2002:xxxi)
Berdasarkan uraian dimuka, maka dapat dikatakan bahwa wirausaha sosial memasang target perbaikan atau peningkatan kondisi sosial dalam pikirannya, kemudian menggerakan seluruh anggota badannya untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung pencapaian target tersebut. Satu hal yang unik dan cenderung menjadi ciri dari wirausaha sosial adalah mereka berusaha mendeteksi dan mendiagnosis akar permasalahan daripada sekedar memperbaiki gejala-gejala ringan dari masalah. Mereka tidak sekedar mengatasi masalah yang terjadi akibat banjir, namun terjun langsung untuk meneliti mengapa di sebuah daerah mengalami banjir rutin. Mereka tidak berusaha menolong petani jati memenuhi kebutuhan sehari-harinya, memberikan beasiswa kepada anak petani jati, namun terjun langsung ke pokok persoalan untuk memperbaiki industri kayu jati. Wirausaha sosial sejati tidak hanya akan berusaha membersihkan sampah dari lingkungan desa tertentu, namun menggali alternatif tindakan untuk mendorong dan mengajarkan pola pembuangan sampah yang baik mengusahakan agar masyarakat mendapat manfaat sebesar-besanya dari sampah yang mereka hasilkan sendiri.
Tujuan sosial adalah daya dorong mereka. Perbaikan dan peningkatan kehidupan masyarakat merupakan bahan bakar mereka untuk tahan banting menghadapi berbagai tantangan dan keterbatasan. Berbagai upaya inovatif, bahkan yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh orang kebanyakan ditempuh. Berbagai jalur yang berpotensi untuk memuluskan jalan mereka menuju kondisi yang dicita-citakan selalu dilirik, mulai dari jalur keluarga, budaya, adat istiadat dan lain-lain.
Jelas sekali terlihat bahwa perbedaannya adalah pada misi atau alasan utama mengapa aktivitas itu dilaksanakan. Jika pada kewirausahaan ‘biasa’, biasanya alasanya utamanya adalah untuk menghasilkan profit yang sebesar-besarnya. Namun, pada kewirasuahaan sosial, tujuan utamanya adalah pada pencapaian manfaat sosial, dengan tidak melupakan aspek ‘bisnis’-nya tentu saja. Titik tekan inovasi sosial, juga tampak pada definisi yang diungkapkan oleh James E. Austin
Social entreprenurship is innovative, social value creating activity that can occur within or across the nonprofit, business, and public sectors (Austin, Stevenson and Wei-Skillern, 2006:22)
Pemikiran Austin tersebut semakin menguatkan bahwa inovasi adalah modal utama dari gerakan kewirausahaan. Sebab tanpa kemampuan inovasi yang mumpuni, sangat sulit bagi aktor untuk dapat melihat peluang pelayanan sosial dari sebuah masalah sosial atau perubahan sosial. Kepekaan dan kepedulian terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitar adalah modal utama dari gerakan kewirausahan sosial.



[1] Penulis adalah staf Pengajar di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD
[2] Dalam kata pengantar untuk buku Mengubah Dunia: Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru. 2006. Nurani Dunia dan Insist Press Jakarta. Hal xiv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar